Cari Blog Ini

Minggu, 20 Maret 2022

Diujung Penantian Seorang Guru

                         Diujung Penantian Seorang Guru

Peri Saputra

Keruhnya kondisi dunia pendidikan di Negeri tercinta ini, dan belum tuntasnya janji-janji kemerdekaan  terhadap anak bangsa. Membuat hati bergetar dan tubuh melepuh,  rinai-rinai bening itu tidak mampu ditahan, entah berapa lama lagi kondisi ini bertahta. Ingin rasanya diri ini mengadu kepadamu duhai negeriku tercinta,  menumpahkan segala isi hati tapi tak bisa, hanya untaian bait-bait lirih ini yang mampu ku persembahkan kepada dirimu duhai negeriku.

Diri ini sangat memahami begitu sulit dan peliknya permasalahan duni pendidikan di Negeri tercinta ini. Bukan karena bangsa kita tidak memiliki generasi yang cerdas, bukan pula bangsa ini kekurangan tokoh yang peduli dengan dunia pendidikan, dan bukan juga kekurangan guru yang memiliki integritas terhadap dunia pendidikan,  negeri ini banyak memiliki generasi yang cerdas banyak sekali. Bangsa ini juga tidak kekurangan dengan pemimpin yang peduli dan cinta dengan dunia pendidikan. Tapi negeri ini kekurangan generasi yang  mau mengubah kondisi ini,  kami sering kali tak berdaya jika berhadapan dengan masalah ini. Kami ibarat burung-burung yang bisa terbang tapi kaki kami yang satunya terikat di bumi.

            Dalam goresan sederhana ini, diriku sangat memahami bahwa tak sebanding dengan perjuangan teman-teman guru yang lain. Mereka semua pejuang pejuang pendidikan yang ulung dan sangat tangguh, keihklasan, kesungguhan menjadi senjata yang sangat efektif dalam menjalankan tugas sebagai guru. Sesungguhnya kesempurnaan mendidik adalah milik para Rosul dan Nabi Allah SWT, yang menjadi panutan dan tauladan bagi seluruh guru di penjuru dunia ini.

            Kisah ini dimulai tepatnya Satu Januari tahun dua ribu sepuluh Ketika Pertama kali diriku diangkat sebagai guru, walaupun sebenarnya diri ini telah berkecimpung dalam dunia pendidikan dari tahun dua ribu lima di SMA PGRI Lubuklinggau Kota Lubuklinggau. Kemudian hingga diri ini ditempatkan di SMA Negeri Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Jarak dari rumah hingga sekolah tempat mengajar sejauh enam puluh kilometer, tempat mengajar di Kabupaten Musi Rawas sedangkan rumah kami di kota Lubuklinggau. Setiap hari jarak yang harus ku tempuh seratus dua puluh kilometer untuk menemui anak-anak didikku. Dalam perjalanan dari rumah kesekolah, memang jalannya sudah cukup bagus karena beraspal, tetapi tidak sebagus jalan di Ibu Kota Provinsi, jalan yang ku lalui setiap tahun pasti saja banyak lobang dan tak dirikupun pernah merasakan kerasnya aspal. Hingga tubuhku terpental beberapa puluh meter dari atas kuda besiku.

Pada hari itu tepatnya peringatan hari pendidikan nasional, diriku seperti biasa sebelum berangkat kesekolah, diri ini menjalankan kewajiban sebagai hambaNya. Setelah selesai diriku seperti biasa membantu pekerjaan istri sebisaku saja. Tepat jam 6.10 diriku mulai memacu motorku dengan kecepatan 70 Km perjam. Setelah perjalanan selama 30 menit takdir itu berbicara, diriku harus merasakan kerasnya aspal. Hingga wajah dan tangan serta kakiku semuanya luka. Alhamdulillah Allah SWT masih menyelamatkan diriku dan kecelakaan itu tak sampai merenggut nyawa ini.

Mengajar dipelosok negeri ini tepatnya di SMA Negeri Muara Kelingi, sebagai guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentu tantangannya cukup berat, karena dihadapkan dengan permasalahan penggunaan bahasa daerah yang masih cukup kental dan merata dikalangan siswa. Tantangan ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi diri ini. Seiring dengan perjalanan waktu dari tahun dua ribu sepuluh hingga dua ribu sembilan belas, hasilnya sedikit demi sedikit mulai terlihat. Karena sifat dari penggunaan bahasa ialah mau mencoba dan tidak malu menggunakannya, dengan kata lain siswa harus memiliki tauladan dalam penggunaan bahasa indonesia. Diri ini berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia bagi peserta didik, beberapa cara yang pernah dilakukan disamping pada saat waktu pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Kemudian pada saat diri ini menjadi pembina upacara atau kegiatan-kegiatan lain seperti perpisahan dan sebagainya, diriku selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.

Setelah permasalahan penggunaan bahasa yang sedikit demi sedikit mampu di atasi, tentu saja permasalahan berikutnya adalah keterampilan menulis,   masalah menulis ini masih terus dicarikan solusinya oleh diriku. Karena ketika siswa dihadapkan pada kertas dan pena untuk menuangkan berbagai ide mereka kedalam bentuk tulisan pada saat itu juga kebuntuan pasti melanda. Walaupun dalam proses belajar mengajar selalu menggunakan metode dan penedekatan yang berbeda tetapi selalu saja hambatannya kemampuan mengolah bahasa yang ada dalam pikiran untuk dijadikan tulisan dalam lembar lembar buku, sama seperti siswaku berhadapan dengan hantu yang sangat menakutkan dan menyeramkan.

Berbagai cara untuk membangkitkan minat menulis bagi siswaku, terus kucoba kelas yang kuajarkan selalu kuberi motivasi bahwa menulis itu mulia, menulis juga bisa menjadi profesi yang menjanjikan untuk kehidupan kedepannya. Karena disekolahku kebanyakan cita-cita meraka hanya sebatas mejadi seorang Polisi, Tentara, Bidan, Dokter. Sedikit demi sedikit mulai kuluruskan bahwa cita-cita dan profesi yang ada di dunia ini bukan itu saja, menulispun bisa menjadi profesi yang sangat menjanjikan dalam kehidupan ini. Kusampaikan kepada anak-anakku siapa yang ingin hidup di dunia seribu tahun, dua ribu tahun, tiga ribu tahun atau selama bumi masih berputar, maka menulislah. Selama tulisan ananda semua masih ada maka selama itupula ananda akan terus hidup di dunia nyata.

Melalui tulisan juga kita mampu mengubah cara pandang seseorang, mengubah tingkah laku seseorang, mengubah segalanya dari yang belum tahu menjadi tahu ujarku dihadapan anandaku semuanya. Selain dengan motivasi seperti itu, anak-anak juga sering kuajak untuk membaca tulisan-tulisan inspirasi baik melalui buku atau melalui handpon mereka. Dengan berbagai cara yang kulakukan berharap suatu saat nanti akan muncul niat dari mereka untuk mencoba menulis, menuangkan ide-ide mereka kedalam tulisan.

Diriku sangat berbangga ketika anandaku bernama Anisah Dzakiah Afifah yang ku bimbing selama dua tahun terakhir, sekarang duduk di kelas XI IPA.3 SMA Negeri Muara Kelingi mau mengikuti lomba menulis puisi, lomba yang kami ikuti pertama sekali yang diadakan oleh rekan-rekan Guru Bahasa Indonesia melalui MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Musi Rawas dalam rangka memperingati Bulan Bahasa, mengadakan lomba cipta baca puisi, Alhasil dengan berbagai teori dan strategi dalam menulis puisi kuberikan kepada Afifah anakku, bahkan kamipun berlatih untuk membaca puisi dengan harapan akan masuk 10 besar dalam lomba tersebut dan berhak melangkah kebabak berikutnya yaitu membakan puisi karya sendiri. Tetapi nasib belum berpihak keada ananku ini, diapun tak masuk dalam deretan 10 besar. Diriku tetap saja secara terus menerus memberikan semangat kepada ananda yang satu ini, walaupun tidak menang kulihat ananda Afifah tidak terlalu berputus asa.

Gagal menjadi juara lomba cipta dan baca puisi di tingkat Kabupaten Musi Rawas, tidak membuat semangat Afifah memudar. Kali ini kami kembali mencoba peruntungan di tingkat Provinsi Sumatera Selatan, mengikuti lomba cipta dan baca puisi yang diadakan Universitas Taman Siswa di Palembang, Se Sumatera Selatan. Beberapa kali puisi anandaku ini kulihat dan perbaikan, secara intensif. Bahkan buku-buku yang berhubungan dengan puisi ku bawakan dari rumah kupinjamkan kepada ananda Afifah ini, setelah kurasa puisi ini layak untuk dikirimkan ke pihak panitia maka puisi ini kukirimkan melalui alamat emailku saputraperi97@yahoo.co.id. Tibahla saat pengumuman diriku pun tak mau melihat hasilnya, karena diri ini tau untuk sekelas tingkat Provinsi Sumatera Selatan rasanya tak mungkin akan masuk dalam kategori juara.

Sekitar pukul 23.00 WIB, handphoneku bergetar, dan kubaca pesan singkat itu bahwa ananda Afifah menjadi juara pertama lomba cipta baca puisi tingkat Provinsi Sumatera Selatan. Alhamdulillah ujarku, anak kampung sekolah di dusun mampu bersaing dengan ribuan anak kota. Sungguh luar biasa ujarku. Terbaru ananda Anisah Zakiah Afifah berhasil menjadi juara II lomba cipta baca puisi di Universitas Sriwijaya Palembang. Pada saat ini saya dan ananda lagi mempersiapkan karya berupa cerpen yang akan diikuti pada ajang FLS (Festifal Literasi Sekolah) tahun 2019.

Pada akhirnya diri ini sangat memahami jika kesempurnaan dalam mendidik hanyalah dimiliki oleh para Rosul Allah SWT, dirinya hanyalah  dedebuan yang tersapu oleh angin, menjadi penerang dalam pekat malam dengan sepercik api dari lilin yang mulai menggigil, bahkan menjadi suluh dalam derasnya hujan tak kan mampu mengusir setitik kekuasaan Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Memilih Sekolah yang Tepat untuk Anak

Pendidikan formal masih menjadi primadona bagi orang tua, dan orang tua menganggap pendidikan formal ini harus ditempuh setiap anak. Di Indo...

Populer Post