Cari Blog Ini

Minggu, 20 Maret 2022

Diujung Penantian Seorang Guru

                         Diujung Penantian Seorang Guru

Peri Saputra

Keruhnya kondisi dunia pendidikan di Negeri tercinta ini, dan belum tuntasnya janji-janji kemerdekaan  terhadap anak bangsa. Membuat hati bergetar dan tubuh melepuh,  rinai-rinai bening itu tidak mampu ditahan, entah berapa lama lagi kondisi ini bertahta. Ingin rasanya diri ini mengadu kepadamu duhai negeriku tercinta,  menumpahkan segala isi hati tapi tak bisa, hanya untaian bait-bait lirih ini yang mampu ku persembahkan kepada dirimu duhai negeriku.

Diri ini sangat memahami begitu sulit dan peliknya permasalahan duni pendidikan di Negeri tercinta ini. Bukan karena bangsa kita tidak memiliki generasi yang cerdas, bukan pula bangsa ini kekurangan tokoh yang peduli dengan dunia pendidikan, dan bukan juga kekurangan guru yang memiliki integritas terhadap dunia pendidikan,  negeri ini banyak memiliki generasi yang cerdas banyak sekali. Bangsa ini juga tidak kekurangan dengan pemimpin yang peduli dan cinta dengan dunia pendidikan. Tapi negeri ini kekurangan generasi yang  mau mengubah kondisi ini,  kami sering kali tak berdaya jika berhadapan dengan masalah ini. Kami ibarat burung-burung yang bisa terbang tapi kaki kami yang satunya terikat di bumi.

            Dalam goresan sederhana ini, diriku sangat memahami bahwa tak sebanding dengan perjuangan teman-teman guru yang lain. Mereka semua pejuang pejuang pendidikan yang ulung dan sangat tangguh, keihklasan, kesungguhan menjadi senjata yang sangat efektif dalam menjalankan tugas sebagai guru. Sesungguhnya kesempurnaan mendidik adalah milik para Rosul dan Nabi Allah SWT, yang menjadi panutan dan tauladan bagi seluruh guru di penjuru dunia ini.

            Kisah ini dimulai tepatnya Satu Januari tahun dua ribu sepuluh Ketika Pertama kali diriku diangkat sebagai guru, walaupun sebenarnya diri ini telah berkecimpung dalam dunia pendidikan dari tahun dua ribu lima di SMA PGRI Lubuklinggau Kota Lubuklinggau. Kemudian hingga diri ini ditempatkan di SMA Negeri Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Jarak dari rumah hingga sekolah tempat mengajar sejauh enam puluh kilometer, tempat mengajar di Kabupaten Musi Rawas sedangkan rumah kami di kota Lubuklinggau. Setiap hari jarak yang harus ku tempuh seratus dua puluh kilometer untuk menemui anak-anak didikku. Dalam perjalanan dari rumah kesekolah, memang jalannya sudah cukup bagus karena beraspal, tetapi tidak sebagus jalan di Ibu Kota Provinsi, jalan yang ku lalui setiap tahun pasti saja banyak lobang dan tak dirikupun pernah merasakan kerasnya aspal. Hingga tubuhku terpental beberapa puluh meter dari atas kuda besiku.

Pada hari itu tepatnya peringatan hari pendidikan nasional, diriku seperti biasa sebelum berangkat kesekolah, diri ini menjalankan kewajiban sebagai hambaNya. Setelah selesai diriku seperti biasa membantu pekerjaan istri sebisaku saja. Tepat jam 6.10 diriku mulai memacu motorku dengan kecepatan 70 Km perjam. Setelah perjalanan selama 30 menit takdir itu berbicara, diriku harus merasakan kerasnya aspal. Hingga wajah dan tangan serta kakiku semuanya luka. Alhamdulillah Allah SWT masih menyelamatkan diriku dan kecelakaan itu tak sampai merenggut nyawa ini.

Mengajar dipelosok negeri ini tepatnya di SMA Negeri Muara Kelingi, sebagai guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentu tantangannya cukup berat, karena dihadapkan dengan permasalahan penggunaan bahasa daerah yang masih cukup kental dan merata dikalangan siswa. Tantangan ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi diri ini. Seiring dengan perjalanan waktu dari tahun dua ribu sepuluh hingga dua ribu sembilan belas, hasilnya sedikit demi sedikit mulai terlihat. Karena sifat dari penggunaan bahasa ialah mau mencoba dan tidak malu menggunakannya, dengan kata lain siswa harus memiliki tauladan dalam penggunaan bahasa indonesia. Diri ini berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia bagi peserta didik, beberapa cara yang pernah dilakukan disamping pada saat waktu pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Kemudian pada saat diri ini menjadi pembina upacara atau kegiatan-kegiatan lain seperti perpisahan dan sebagainya, diriku selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.

Setelah permasalahan penggunaan bahasa yang sedikit demi sedikit mampu di atasi, tentu saja permasalahan berikutnya adalah keterampilan menulis,   masalah menulis ini masih terus dicarikan solusinya oleh diriku. Karena ketika siswa dihadapkan pada kertas dan pena untuk menuangkan berbagai ide mereka kedalam bentuk tulisan pada saat itu juga kebuntuan pasti melanda. Walaupun dalam proses belajar mengajar selalu menggunakan metode dan penedekatan yang berbeda tetapi selalu saja hambatannya kemampuan mengolah bahasa yang ada dalam pikiran untuk dijadikan tulisan dalam lembar lembar buku, sama seperti siswaku berhadapan dengan hantu yang sangat menakutkan dan menyeramkan.

Berbagai cara untuk membangkitkan minat menulis bagi siswaku, terus kucoba kelas yang kuajarkan selalu kuberi motivasi bahwa menulis itu mulia, menulis juga bisa menjadi profesi yang menjanjikan untuk kehidupan kedepannya. Karena disekolahku kebanyakan cita-cita meraka hanya sebatas mejadi seorang Polisi, Tentara, Bidan, Dokter. Sedikit demi sedikit mulai kuluruskan bahwa cita-cita dan profesi yang ada di dunia ini bukan itu saja, menulispun bisa menjadi profesi yang sangat menjanjikan dalam kehidupan ini. Kusampaikan kepada anak-anakku siapa yang ingin hidup di dunia seribu tahun, dua ribu tahun, tiga ribu tahun atau selama bumi masih berputar, maka menulislah. Selama tulisan ananda semua masih ada maka selama itupula ananda akan terus hidup di dunia nyata.

Melalui tulisan juga kita mampu mengubah cara pandang seseorang, mengubah tingkah laku seseorang, mengubah segalanya dari yang belum tahu menjadi tahu ujarku dihadapan anandaku semuanya. Selain dengan motivasi seperti itu, anak-anak juga sering kuajak untuk membaca tulisan-tulisan inspirasi baik melalui buku atau melalui handpon mereka. Dengan berbagai cara yang kulakukan berharap suatu saat nanti akan muncul niat dari mereka untuk mencoba menulis, menuangkan ide-ide mereka kedalam tulisan.

Diriku sangat berbangga ketika anandaku bernama Anisah Dzakiah Afifah yang ku bimbing selama dua tahun terakhir, sekarang duduk di kelas XI IPA.3 SMA Negeri Muara Kelingi mau mengikuti lomba menulis puisi, lomba yang kami ikuti pertama sekali yang diadakan oleh rekan-rekan Guru Bahasa Indonesia melalui MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Musi Rawas dalam rangka memperingati Bulan Bahasa, mengadakan lomba cipta baca puisi, Alhasil dengan berbagai teori dan strategi dalam menulis puisi kuberikan kepada Afifah anakku, bahkan kamipun berlatih untuk membaca puisi dengan harapan akan masuk 10 besar dalam lomba tersebut dan berhak melangkah kebabak berikutnya yaitu membakan puisi karya sendiri. Tetapi nasib belum berpihak keada ananku ini, diapun tak masuk dalam deretan 10 besar. Diriku tetap saja secara terus menerus memberikan semangat kepada ananda yang satu ini, walaupun tidak menang kulihat ananda Afifah tidak terlalu berputus asa.

Gagal menjadi juara lomba cipta dan baca puisi di tingkat Kabupaten Musi Rawas, tidak membuat semangat Afifah memudar. Kali ini kami kembali mencoba peruntungan di tingkat Provinsi Sumatera Selatan, mengikuti lomba cipta dan baca puisi yang diadakan Universitas Taman Siswa di Palembang, Se Sumatera Selatan. Beberapa kali puisi anandaku ini kulihat dan perbaikan, secara intensif. Bahkan buku-buku yang berhubungan dengan puisi ku bawakan dari rumah kupinjamkan kepada ananda Afifah ini, setelah kurasa puisi ini layak untuk dikirimkan ke pihak panitia maka puisi ini kukirimkan melalui alamat emailku saputraperi97@yahoo.co.id. Tibahla saat pengumuman diriku pun tak mau melihat hasilnya, karena diri ini tau untuk sekelas tingkat Provinsi Sumatera Selatan rasanya tak mungkin akan masuk dalam kategori juara.

Sekitar pukul 23.00 WIB, handphoneku bergetar, dan kubaca pesan singkat itu bahwa ananda Afifah menjadi juara pertama lomba cipta baca puisi tingkat Provinsi Sumatera Selatan. Alhamdulillah ujarku, anak kampung sekolah di dusun mampu bersaing dengan ribuan anak kota. Sungguh luar biasa ujarku. Terbaru ananda Anisah Zakiah Afifah berhasil menjadi juara II lomba cipta baca puisi di Universitas Sriwijaya Palembang. Pada saat ini saya dan ananda lagi mempersiapkan karya berupa cerpen yang akan diikuti pada ajang FLS (Festifal Literasi Sekolah) tahun 2019.

Pada akhirnya diri ini sangat memahami jika kesempurnaan dalam mendidik hanyalah dimiliki oleh para Rosul Allah SWT, dirinya hanyalah  dedebuan yang tersapu oleh angin, menjadi penerang dalam pekat malam dengan sepercik api dari lilin yang mulai menggigil, bahkan menjadi suluh dalam derasnya hujan tak kan mampu mengusir setitik kekuasaan Allah SWT.

Kamis, 17 Maret 2022

MEMBENTUK KARAKTER ANAK NEGERI MELALUI AAC DAN RSS

LATAR BELAKANG MASALAH

            Arus globalisasi menjadikan aktualisasi gotong royong hanya sekedar ucapan belaka tanpa memiliki makna, hingga saat ini kita sangat merindukan dengan sosok yang bernama gotong royong karena dia telah menghilang dan  tidak diketahui kemanakah dia pergi, sehingga dia menghilang tanpa jejak tak tau rimbanya, entah itu dipedesaan, ataupun diperkotaan. Sekarang tak pernah kita temui kebersamaan semacam itu, jikapun ada hanya sebagian kecil saja. Tentu saja kita akan bertanya-tanya kemanakah dia sesungguhnya, tidak betahkah dia berada di persada bumi pertiwi ini. Sehingga dia begitu asing di negeri sendiri.

            Memudarnya gotong royong akibat dari rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi bersifat sukarela, semuanya mulai dinilai dengan materi dan uang. Sehingga jasa sangat diperlukan, kemudian penghargaan hanya didapat oleh mereka-mereka yang mampu membayar. Kondisi yang terus menerus meninilai dari materi seperti ini akan menjadikan nilai-nilai kebersamaan dalam gotong royong begitu luhur menjadi semakin luntur.

            Keadaan di atas merupakan realitas yang ada di sekolah tempat penulis mengajar saat ini, jangankan untuk bergotong royong membuang sampah secara individu dengan kemauan sendiri tanpa disuruh. Merupakan suatu hal yang sangat langka untuk terlihat, apalagi untuk bergotong royong membersihkan lingkungan sekolah seperti kelas, taman, parit, kantor, wc dan sebagainya. Hal itu tidak akan terlaksana, karena siswa sudah terbiasa bekerja dengan tekanan seperti jadwal dan hukuman dari guru. Bahkan dengan jadwal yang ada banyak siswa yang tidak melaksanakan piket kelas mereka sendiri, hal ini tentu saja sangat menyedihkan.

            Hal yang tidak kala sangat menyedihkan adalah pendidik yang memegang peranan untuk melaksanakan pendidikan karakter, terkadang terlena dengan keadaan sekitar tempat tinggal sehingga di sekolah menjadi lupa jika mereka adalah contoh bagi anak-anak yang kita ajarkan. Karena di sekolah anak-anak akan melihat dan menyaksikan aksi-aksi dari Bapak dan Ibu guru mereka. Tentu saja hal semacam ini akan membuat anak terkontaminasi jika melihat perlakuan guru-guru mereka saja tidak bisa memberikan tauladan.

            Pendidikan karakter yang telah penulis lakukan di sekolah selama ini adalah menanamkan dan menghidupkan kembali gotong royong  (kerjasama, solidaritas, komunal dan berorientasi pada kemaslahatan). Solusi yang penulis tawarkan ialah:

Membentuk Relawan Sahabat Sampah

Relawan di ambil dari kelas-kelas yang ada, cara mencari relawan tentu saja tanpa paksaan anak-anak tersebut penulis tawarkan melalui Osis. Sehingga saat ini relawan yang ada berjumlah 32 orang. Terdiri dari kelas sepuluh, sebelas dan dua belas. Cara kerja yang kami lakukan adalah setiap pagi senin sebelum upacara dan menunggu saat pelajaran kosong, yang dibersihkan adalah lingkungan sekolah, halaman sekolah, taman-taman, selokan dan wc.

Melalui kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekolah, taman, selokan, kantor, dan wc. Kegiatan ini sudah mulai menampakkan hasil yang sangat mengembirakan sekolah kami menjadi juara I lomba sekolah adiwiyata tingkat kabupaten Musi Rawas, dan mewakili Kabupaten Musi Rawas ditingkat Provinsi Sumatera Selatan. Dari segi fisik sangat menonjol sekali, tetapi sebenarnya keberhasilan sesungguhnya ialah menjadikan penulis dan relawan menghidupkan kembali gotong royong yang selama ini tidak pernah dilakukan. Tiba-tiba dengan pembentukan relawan sahabat sampah ini, menjadi bukti bahwa penanaman karakter yang sesungguhnya tidak sulit dan tidak membutuhkan biaya yang besar, siswa hanya membutuhkan keteladanan. Sehingga pembiasaan gotong royong pada saat sebelum upacara dan jam pelajaran kosong membuat kita bekerja sama, memperlihatkan kembali rasa solidaritas kita sesama siswa demi kemaslahatan bersama, terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.

Pelaksanaan kegiatan gotong royong yang penulis lakukan bersama relawan belum sempurna, masih banyak kekurangan. Karena dalam derap langkah kami beberapa hambatan terus menghujam diantaranya, waktu untuk  gotong royong sedikit sekali karena waktu yang kami gunakan adalah sebelum pelaksanaan upacara dan hari sabtu sebelum jam masuk, selebihnya memanfaatkan waktu jam pelajaran yang gurunya berhalangan hadir. Sehingga waktu yang ada sangat sedikit sekali untuk ukuran sekolah kami yang lebarnya kurang lebih dua hektar. Beberapa hambatan ini sangat menarik bagi penulis untuk menyusun kembali formula waktu yang tepat untuk digunakan oleh penulis dan relawan dalam bergotong royong.

INOVASI YANG DITAWARKAN

            Mengatasi permasalahan sifat individualisme, memudarnya gotong royong dan menghilangnya rasa kebersamaan sehingga menjadi individualistis dan materialistis. Memang tidak mudah, bahkan Negara melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghabiskan uang Triliunan Rupiah hanya untuk membentuk kembali karakter-karekter peserta didik di negeri ini. Penulis akan menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi krisis karakter tersebut:

Pertama. Menghidupkan kembali kegiatan gotong royong diantara siswa melalui relawan sahabat sampah, dengan melakukan kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekolah, taman, selokan dan wc. Akan membentuk kembali kebersamaan, solidaritas diantara siswa, dengan adanya kebersamaan dan rasa solidaritas tersebut penulis yakin kelak gotong royong akan kembali lagi dan bersemi di negeri sendiri.

Kedua, mengajak peserta didik untuk hafiz Quran khususnya Juz 30. Melalui hafiz juz 30 akan menjadikan siswa semakin memahami bahwa kebersihan dan kebersamaan telah di jelaskan oleh Allah SWT melalui ayat-ayat cintaNya kepada kita semua. Dengan kedua inovasi ini penulis yakin akan mampu mengatasi masalah pendidikan karakter sekarang ini.

 

TUJUAN

            Permasalah pendidikan karakter bukan hanya masalah bagi Pemerintah, Guru dan Orang Tua saja. Tetapi semua ikut terlibat, oleh sebab itulah penulis memberikan solusi untuk mengatasi masalah karakter tersebut melalui Relawan Sahabat Sampah dan Ayat-Ayat Cinta. Tujuan akhirnya dari kegiatan yang penulis lakukan adalah terciptanya generasi muda yang Religius, Jujur, Peduli Lingkungan, dan Peduli Sosial.

            Jika sebelumnya siswa bersifat individualisme mereka akan menjalin kebersamaan,

Jika sebelumnya siswa tidak perduli dengan lingkungan yang kotor setelah penulis rekrut menjadi relawan maka mereka akan  peduli dengan lingkungan sekolah. Bahkan kabar menggembirakan gerakan relawan ini akan membentuk semacam jaring laba-laba yang semakin hari membuat siswa lainnya tertarik dan mengikuti kegiatan ini.

 MANFAAT

     1.    Jangka Pendek

Manfaat nyata yang sudah dirasakan saat ini seluruh lingkungan sekolah menjadi bersih, nyaman dan bebas sampah. Jika dulu siswa takut untuk buang air kecil ke WC. Tetapi dengan adanya relawan ini wc pun menjadi tempat yang menyenangkan karena bersih dan tidak berbau.

2.        Jangka Menengah

Menjadikan sekolah ini sebagai sekolah model yang bebas sampah, dan sebagai salah satu basis menghidupkan kembali gotong royong, menumbuhkan kembali kebersamaan,  yang selama beberapa dekade telah hilang dinegeri ini.

3.        Jangka Panjang

Penulis berangan-angan untuk jangka panjangnya program yang dibuat oleh penulis akan menjadi program secara Nasional, karena penggabungan Ayat-Ayat Cinta dan Relawan Sahabat Sampah merupakan titik awal pendidikan karakter yang sebenarnya. Karena tidak perlu mengeluarkan dana sampai Triliunan Rupiah hanya untuk karakter, cukup dengan mengajarkan kembali ayat-ayat cinta dan menanamkan kembali gotong royong pendidikan itu akan berhasil.

 

SUMBER DAYA PENDUKUNG

            Setiap kegiatan yang akan penulis lakukan tentu saja membutuhkan sumber daya pendukung untuk dapat menjalankan program-program yang telah disusun. Pertama tentu saja, Sumber Daya Manusia  sangat diperlukan penulis dalam kegiatan ini, terutama rekan sesama guru memiliki cara pandang yang sama dengan penulis sehingga penulis tidak sendiri dalam membimbing dan bekerjasama dengan anak-anak relawan. Kedua penulis sangat berharap di daerah kami khususnya Kabupaten Musi Rawas nantinya memiliki tenaga yang memang Hafis Alquran sebagai kordinator anak-anak untuk Hafiz Quran. Ketiga, untuk melaksanakan program hafiz Qur’an sekolah membutuhkan Al Qur’an sekitar enam ratus.

            Jika ketiga sumber daya pendukung tersebut terpenuhi penulis sangat yakin pendidikan karakter khusunya di sekolah kami dapat tercapai dengan baik. Dengan harapan nantinya program ini akan di contoh oleh Nasional.

 SIMPULAN

            Memudarnya gotong royong akibat dari rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi bersifat sukarela, semuanya mulai dinilai dengan materi dan uang. Sehingga jasa sangat diperlukan, kemudian penghargaan hanya didapat oleh mereka-mereka yang mampu membayar.

            Inovasi yang penulis terapkan untuk membentuk kembali karakter tersebut melalui relawan sahabat sampah dan Hafiz Al Quran Juz 30. Melalui relawan sahabat sampah dan hafiz Quran tersebut diharapkan menjadi solusi yang efektif dalam dunia pendidikan. Pada akhirnya nanti penulis berharap negara ini akan kembali lagi pada jati diri yang sesungguhnya.

 

  

Rabu, 16 Maret 2022

PENDIDIKAN AKAN MATI SURI TANPA LITERASI Oleh Peri Saputra, M.Pd.

 


            Ada sebuah pepatah yang mengatakan “daya beli rendah dan daya bacapun tak jauh beda, dan masih beruntung orang yang daya baca tinggi tetapi daya beli rendah. Karena mereka akan memperoleh warisan berharga dari kumpulan orang-orang hebat”. Pepatah tersebut mempunyai makna bahwa membaca merupakan investasi bagi orang-orang yang haus akan llmu pengetahuan.

Berdasarkan informasi dari media online mengenai peringkat indonesia dalam kemampuan membaca dan menulis yang sangat memprihatinkan sekali, pertama kali keikutsertaan pada tahun 1997 tentang iterasi Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara yang beraprtisipasi. Dan hasil berikutnya pada tahun 2000  dalam survey yang sama sangat mencengangkan negara Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara partisipan. Sedangkan dalam HDI (Human Development Index) pada tahun 2013 Indeks Pembangunan Manusia, negara kita menempati urutan 108. Fakta memprihatinkan ini terungkap dari pemeringkatan literasi internasional, Most Literate Nations in the World, yang diterbitkan Central Connecticut State University. Tingkat kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia sangat ketinggalan. Indonesia berada di urutan ke-60 dari total 61 negara. Posisi paling atas diduduki Finlandia, kemudian disusul Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia, dan Swiss. Tentu saja dengan hasil ini sangat menyedihkan bagi dunia pendidikan kita, terutama bagi para pelaku dalam dunia pendidikan dan pemangku kepentingan dunia pendidikan itu sendiri.

Kenyataan ini merupakan tantangan terbesar bagi dunia pendidikan saat ini. Proses pendidikan sebagai upaya untuk mencerdasakan suatu bangsa dan diharapkan akan melahirkan generasi-generasi yang unggul secara intelektual sehingga pada akirnya nanti akan mampu bersaing dengan generasi asing. Gambaran konkret tersebut menginterupsi kita untuk kembali memperhatikan pentingnya membagun kembali budaya-budaya literasi baik dalam dunia pendidikan, maupun budaya literasi dalam keluarga. Karena sejatinya budaya literasi harus kita hidupkan kembali karena selama ini pendidikan kita secara sadar ataupun tidak telah memisahkan diri dari budaya literasi, yang banyak dilakukan guru adalah mengejar target dalam kurikulum untuk menghabiskan materi yang ada di buku paket, masalah ujian nasional yang menjadi momok bukan saja bagi siswa tetapi sudah menjadi suatu yang sangat menyeramkan bagi gurunya. Kemudian disibukkan dengan pergantian kurikulum, disibukkan dengan tuntutan harus mengajar 24 jam, hal ini semua secara tidak sadar telah membuat para guru kebingunggan dalam proses pembelajaran dan akhirnya waktu untuk membimbing anak dalam membaca sangat kurang bahkan tidak pernah dilakukan. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat dan harkat manusia (Tilaar,1999:68).

Sebagai seorang guru tentu saja sangat memiliki peran penting untuk menghidupkan kembali budaya literasi yang telah mati suri cukup lama, guru harus menjadi ujung tombak dalam menghidupkan kembali budaya literasi di sekolahnya masing-masing. Beberapa langkah yang pernah penulis lakukan untuk menumbuhkan kembali minat baca bagi anak didik diantaranya: pertama, untuk menuntut siswa kita mau membaca tentu saja mereka harus memiliki contoh atau tauladan, contoh atau tauladan yang paling dekat dengan mereka adalah orang tua mereka di rumah. Hanya saja hal ini tidak mungkin karena mayoritas penduduk di tempat saya mengajar adalah petani karet dan sawit, kemudian tingkat pendidikan orang tua siswapun sangat beragam tentu saja tamatan sekolah dasar mendominasi berikutnya adalah tamatan SMP dan SMA sedangkan tamatan perguruan tinggi bisa dihitung dengan jari. Hal inilah yang membuat penulis yakin untuk menyerahkan tauladan kepada orang tua sangat tidak mungkin. Nah dalam hal inilah peran saya sebagai seorang guru sangat menentukan, saya mulai membawa koleksi buku-buku saya yang ada di rumah seperti Novel, Kumpulan Cerpen, hingga buku-buku populer yang menarik bagi peserta didik.

Buku-buku yang saya bawa tentu saja disela-sela waktu mengajar saya baca, tentu saja proses saya membaca ini secara rutin dilakukan sehingga peserta didik saya mulai melirik ditengah-tengah mengerjakan tugas mereka. Pada akhirnya siswa saya walaupun tidak seluruhnya mulai meminjam buku yang saya bawa ke sekolah. Kemudian apabila mereka selesai membaca mereka akan menanyakan kembali apakah Bapak ada koleksi buku yang lain lagi.

Kedua, setiap siswa yang terlambat masuk saat jam pelajaran bahasa Indonesia yang saya ampuh, bagi mereka akan saya suguhkan dengan buku, majalah, koran, Quran, mereka saya suruh memilih dan saya wajibkan membaca beberapa paragraf saja kemudian mereka saya wajibkan untuk menceritakan kembali apa yang mereka baca tadi. Tentu saja hal ini sangat mengasyikkan disamping untuk menghindari marah kepada peserta didik yang terlambat. Saya juga akan memperoleh informasi dari hasil yang mereka baca.

Selanjutnya yang ketiga, secara tidak sengaja saya dan istri mempuyai sebuah RA (Raudhatul Athfal) yang beralamat di Jalan Majapahit Lr. Kamandanu Kecamatan Lubuklinggau Timur I Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan. Setiap pagi mulai dari hari Senin sampai hari Kamis, jam 7.00 Wib setiap anak diwajibkan untuk privat membaca mereka langsung didampingi oleh orang tua. Setiap guru kelas di RA kami memiliki kewajiban setiap pagi mereka harus melakukan privat membaca, dan hasilnya sangat luar biasa peserta didik cepat dalam proses membaca sehingga belum genap dalam satu semester mereka sudah lancar membaca. Melihat hal ini sayapun sangat termotivasi bahwa untuk menghidupkan kembali denyut nadi literasi disetiap sekolah-sekolah yang ada dipelosok negeri tidaklah susah, karena dengan modal keikhlasan dan kemauan serta kebersamaan literasi disekolah-sekolah akan hidup kembali.

Dari beberapa langkah yang penulis lakukan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa budaya literasi di sekolah dapat dihidupkan kembali dengan contoh atau tauladan dari orang dekat mereka salah satunya adalah guru mereka sendiri. Suatu hal yang sangat mustahil jika kita para guru dituntut untuk mengajak anak kita gemar membaca, sementara kita tidak pernah mau membaca, tidak mau mengubah kebiasaan lama yaitu hanya mentransfer ilmu-ilmu yang sudah usang kepada siswa kita tanpa merefres pengetahuan baru dan tidak mau menyisihkan uang untuk membeli buku. Maka jangan harap budaya literasi itu akan berhasil jika orang yang seharusnya beridiri paling depan tapi pada kenyataannya tidak bisa memberikan contoh atau tauladan bagi anak-anak kita sendiri.

Sebagai seorang guru sudah sepatutnya kita memberikan inspirasi bagi anak didik kita, ubahla rasa malas menjadi gemar membaca, hukuman menjadi menyenangkan dan mengasyikkan dengan memberikan tugas membaca, pada akhirnya anak didik kita akan mulai terbiasa dan mengikuti irama yang diberikan oleh kita untuk mendekati buku dan menyayangi buku. Kalau anak didik kita sudah diberikan waktu untuk bertatap muka dan berilaturahim dengan buku maka lama kelamaan mereka akan menyukai dan menyenangi sehingga tujuan untuk menghidupkan kembali gerakan literasi akan kembali hidup.

Segala sesuatu akan dimulai pada usia dini, kebiasaan pada usia untuk membentuk pola atau pondasi yang kokoh yaitu pada saat usia TK. Oleh sebab itu kepada orang tua hendaknya dapat memberikan waktu dan ruang bagi anak-anak kita untuk memilih sekolah atau tempat mereka menimba ilmu. Karena anak kita saat ini dipersiapkan bukan untuk waktu sekarang tetapi untuk waktu Indonesia Emas atau investasi jangka panjang. Karena anak dan pendidikan kita akan berhadapan situasi dengan derasnya pengaruh-pengaruh globalisasi yang akan menjerumuskan anak-anak kita jika tidak memiliki pondasi yang kuat. 

Penulis sangat berharap, gerakan literasi akan hidup kembali akan membumi kembali dengan adanya kebersamaan, keikhlasan, kerendahan hati, dan kemauan. Karena harapan kita semua tentunya sama generasi yang akan datang harus benar-benar bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa ini di mata dunia. Kita belum kalah, kita belum lelah, kita tidak akan menyerah. Seperti yang diungkapkan berikut guru yang mencintai profesinya itulah guru yang profesional (Suryadi, 1993) dua puluh tahun yang akan datang akan lahir generasi emas yang mampu mengguncangkan dunia,  Indonesia Emas Indonesia Jaya.

 

Meraih Asa Menggapai Mimpi Bersama Hulu Migas Membangun Negeri dalam Himpitan Arus Globalisasi

 

Meraih Asa Menggapai Mimpi Bersama Hulu Migas Membangun Negeri

dalam Himpitan Arus Globalisasi

 

Memandirikan  masyarakat pada dasarnya ialah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan kekuatan masyarakat untuk terlibat dalam berbagai aspek pembangunan di suatu wilayah. Untuk memandirikan masyarakat ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu, Mobilisasi, Partisipasi Masyarakat, dan Pembangunan Berbasis Masyarakat, hal ini sesuai dengan pendapat Payne (1997: 266) mengatakan “to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of sosial or personal blocks to exercising cacity and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.” Artinya tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan diri mereka sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri pada masyarakat untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Selanjutnya, Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem  mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunanyan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2002:8). 

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan dari  pemberdayaan masyarakat ialah, Melepaskan masyarakat dari keterbelakangan dan kemiskinan, yang dikenal sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dan memperkuat posisi masyarakat dalam struktur kekuasaan, yang dikenal sebagai pemberdayaan politik masyarakat serta mengembangkan potensi - potensi yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak hanya sebagai penerima hasil tetapi ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

 Upaya memandirikan masyarakat tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh sebab itulah, dalam kegiatan memandirikan masyarakat tentu saja melibatkan berbagai pihak seperti: pemerintah, BUMN, swasta  maupun pihak asing yang ada di Indonesia. Karena pihak-pihak tersebut sejatinya adalah pihak yang mengelolah bumi, air, dan kekayaan alam. Hal ini sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalam­nya Dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Berdasarkan pasal di atas, sudah seharusnya perusahaan hulu migas  memenuhi tanggung jawab sosial untuk mengembangkan masyarakat di sekitarnya, khususnya dalam bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan. Melalui pendekatan teratur dan terarah sehingga keberadaan perusahaan lebih berbaur dengan masyarakat sekitar dan tercipta hubungan yang kondusif serta menguatkan persepsi positif dari masyarakat, sehingga dapat membantu perkembangan usaha secara keseluruhan dan terus menerus.

Selama ini pihak perusahaan  hulu migas sudah melaksanakan keberpihakan dan bertanggungjawab kemasyarakat, hal ini diwujudkan melalui penerapan program corporate social responsibility (CSR) yang diyakini akan menambah kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Hal tersebut sudah baik untuk mengharmonisasikan hubungan perusahaan dengan masyarakat. Berdasarkan hemat penulis, ada beberapa masukan yang harus dilakukan oleh perusahaan hulu migas kepada masyarakat selain CRS  yang selama ini sudah dilakukan. Adapun masukan penulis sebagai berikut:

1.    Pemanfaatan sumber daya manusia sekitar perusahaan, minimal di daerah satu kecamatan wilayah operasi. Karena yang selama ini dilakukan perusahaan ialah menggunakan sumber daya manusia (SDM) nasional, bukan sumber daya manusia di wilayah lokasi perusahaan. Dalam penerimaan tentu saja tetap memperhatikan kualitas manusianya. Jika hal ini dilakukan,  akan mengurangi rasa kecemburuan sosial antar masyarakat sekitar. Di samping itu juga,  untuk meningkatkan penggunaan SDM nasional di sektor migas dengan meningkatkan link & match antara kegiatan usaha migas dengan perguruan tinggi dan meningkatkan kualifikasi dan sertifikasi tenaga kerja Indonesia dengan memberdayakan training centre dalam negeri.

2.    Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mandiri dibidang ekonomi, seperti memberikan pinjaman modal kepada masyarakat melalui koperasi sehingga keduanya diuntungkan. Hal ini harus disesuaikan dengan kontur masyarakat setempat, misalkan petani karet, petani sawah, perkebunaan, perikanan, dan sebagainya jika mereka diberikan pinjaman. Masyarakat bisa membuat koperasi kelompok tani sediri sehingga pengeluaran untuk biaya pertanian dan perkebunan mereka dapat diminimalisir. Sehingga masyarakat mendapatkan keuntungan berlipat ganda hal ini akan memberikan kesejahteraan bagi mereka.

3.    Dibidang kesehatan, masyarakat berharap pihak perusahaan membantu warga setempat atau sekitar wilayah produksi. Dengan menyediakan dokter atau tenaga medis untuk berobat gratis paling tidak satu atau dua bulan sekali, karena masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan yang baik.

4.    Memberikan bantuan beasiswa bagi anak yang tidak mampu tetapi memiliki prestasi akademik, dari tingkat SD sampai Keperguruan Tinggi. Hendaknya dilakukan secara kontinyuitas bukan sekedar temporer saja. Hasil dari pemberian bantuan beasiswa tersebut, kelak akan berdampak baik untuk perusahaan. Karena perusahaan dapat memberikan akses kerja kepada mereka setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.

5.    Perusahaan hulu migas hendaknya bekerjasama dengan pertamina dan pemerintah untuk membangun Perguruan Tinggi sendiri. Sehingga, dari Perguruan Tinggi tersebut menghasilkan tenaga kerja  profesional dan nantinya  dapat langsung terserap untuk bekerja di segala perusahaan migas  yang ada dalam negeri maupun internasional.

Jika kelima impian masyarakat tersebut sudah terlaksana dengan baik, penulis berkeyakinan tidak ada lagi gangguan-gangguan dari masyarakat dalam kegiatan produksi. Kecemburuan sosialpun akan pupus sehingga terlupakan jurang pemisah antara perusahaan dengan masyarakat  dan keharmonisan akan terjalin. Sehingga masyarakat sendiri akan merasa memiliki perusahaan tersebut  dan ikut menjaga asetnya dan yang paling penting ialah masyarakat tidak terpinggirkan oleh arus globalisasi dan menjadi pelaku dinegeri sendiri.

Ini bukan sekedar mimpi belaka yang ada disiang hari, tetapi ini adalah harapan masyarakat diseluruh pelosok negeri.  Jika perusahaan, pemerintah, masyarakat menyatu dalam satuan tujuan. Penulis optimis asa yang terhempas selama ini akan menjadi nyata dan bukan sekedar mimpi. Walaupun hidup dalam arus globalisasi yang semakin hari semakin mengerikan. Penulis yakin masyarakat telah siap menerima semua itu karena posisi masyarakat sebagai pemberdayaan ekonomi semakin kuat, sehingga masyarakat tidak hanya sebagai penerima hasil tetapi ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan negeri tercinta.

Ayo pertamina, kita bisa menjadi pelopor membangun negeri merebut kembali kejayaan di tanah kelahiran sendiri! hidup pertamina, jayalah negeriku majulah bangsaku!

 

 

 

 

 

 

 

Kami Bukan Siapa-Siapa

 

 

 

Kami hanyalah dedaunan yang tertiup angin, Kami hanyalah kerikil dijalan

Kami seperti karang diterpa ombak Pagi dan petang

Tak ubah seperti dedaunan kering yang menunggu jatuh diterpa angin

Kami adalah bengkel yang mengotak atik jari jemari pandai menulis

Kami meluruskan dikala ada yang melenceng

Kami nenunjuk arah dikala ada yang salah arah

 

 

 

Jika suluh itu adalah kami Jangan padamkan cahaya dihati

Jika rindu itu adalah kami

Jangan pisahkan kami dengan lautan rindu, Rindu tawa canda mereka

Yang selalu ditemui dalam bingkai rumah terindah

Setetes embun akan sangat berarti, Ketika melewati padang pasir

Begitupun sebatang lilin rela membakar habis dirinya demi orang lain

Ah terlalu indah kami dimatamu

 

 

 

kami hanya berharap diantara tangan tangan mungil yang dulunya

berjalan tertawa bermain bersama kami, terkadang membuat kami marah

duhai jiwa yang tenang, jika tak ditemui kami pada barisan syudha

dan tak jua kau temui pada ahli ibadah, dan tak jua ditemui pada orang berilmu

maka carilah kami diantara para pendosa, carilah kami diantara mereka

raih  genggamlah erat jangan lepaskan

bawalah kami menuju tempat terindah telaga syahdu, rumah abadi

 

 

Tips Memilih Sekolah yang Tepat untuk Anak

Pendidikan formal masih menjadi primadona bagi orang tua, dan orang tua menganggap pendidikan formal ini harus ditempuh setiap anak. Di Indo...

Populer Post